Selasa, 10 April 2012

Chapter 1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Alat penukar kalor adalah suatu alat yang berfungsi untuk memindahkan panas dari fluida panas ke fluida dingin. Salah satu jenis alat penukar kalor yang sering digunakan pada industri seperti : petrokimia, pembangkit listrik, pupuk, gas dan minyak adalah shell and tube, karena dapat beroperasi pada tekanan tinggi dan fluida berbahaya.
Kinerja merupakan skala prioritas dalam mendesain alat penukar kalor baik secara eksperimental atau simulasi CFD. Namun seiring dengan kemajuan teknologi dan efisiensi biaya, analisi korosi mulai dipertimbangkan dalam desain. Korosi merupakan proses penurunan kualitas material akibat reaksi redoks spontan antara logam dengan lingkungan sehingga terbentuk oksida logam.
Indonesia adalah salah satu negara tropis, dimana korosi merupakan salah satu masalah untuk sektor industri, baik industri mesin dan logam, industri pupuk, pembangkir listrik, industri kimia, industri transportasi, industri pertambangan dan lainnya. Korosi diperkirakan sekitar Rp 20 triliun bahkan lebih setiap tahunnya atau setara dengan 2%-5% dari total gross domestic product (GDP) dari jumlah industri yang ada(http://www.depperin.go.id/data/industri). Biaya yang dikeluarkan di Amerika untuk korosi diperkirakan $276 milyar atau setara dengan 3.1% dari total gross domestic product (GDP) tahun 1998 (ASM handbook).
Usaha penangulangan korosi terbagi dua yaitu desain meminimalkan korosi dan metode pencegahan korosi. Desainer dan ahli metalurgi harus mengevaluasi desain dan material tidak akan mengalami kerusakan awal akibat kondisi operasi dan pemilihan material. Tahapan ini adalah pemilihan material, desain minimalkan proses korosi seperti uap yang terjebak, teknik pengelasan, dan kalkulasi korosi dari sisi ekonomi. Metode pencegahan meliputi pembersihan dengan zat kimia, hot deep coating, electroplated coating, dan lainnya (ASM Handbook).
Boiler dan reboiler adalah jenis alat penukar kalor yang sering mengalami korosi akibat kondisi operasional yang bertekanan tinggi dan temperatur tinggi, selain itu juga disebabkan oleh sifat korosi fluida, lingkungan, dan desain. CO2 Stripper Reboiler yang digunakan oleh PT. Pupuk Iskandar Muda sering mengalami korosi awal pada permukaan tube yang berlokasi di daerah overheat, yaitu daerah bertemuan sisi inlet gas (LTS Solution) dengan sisi outlet Amdea solution. Analisis korosi kerusakan tube pada reboiler yang digunakan oleh pabrik pupuk dengan metode investivigasi produk dengan teknik X-ray photoelectron spectroscopy (XPS) dan X-ray diffraction (XRD) menunjukkan bahwa korosi disebabkan galvanized corrosion akibat perbedaan material  ( H. Shaikh et al. 2002).
Pada penelitian ini, kajian analisis korosi non material yaitu fokus pada fenomena aliran dan proses fluida yang terjadi pada sisi shell berdasarkan metode CFD serta menggunakan dua sofware CFD yaitu SolidWork 2010 dan CFDSof. Parameter input berdasarkan data operasional alat yang diperoleh dari         PT. Pupuk Iskandar Muda, Indonesia. Prosedural Simulasi dari tahap jumlah grid, pengaturan pembagian grid, dan penyederhaan model dilakukan sehingga akan didapatkan hasil yang akurat. Hasil simulasi dari original model akan digunakan sebagai acuan redesain yang dapat mengurangi laju korosi awal.

1.2         Rumusan Masalah
Korosi akan menyebabkan penurunan kinerja alat penukar kalor sehingga produktivitas produk akan berkurang. CO2 Stripper reboiler yang digunakan oleh PT. Pupuk Iskandar Muda sering mengalami korosi awal pada daerah overheat dan kejadian tersebut terjadi berulang pada lokasi yang sama. Berdasarkan hasil investivigasi verbal maka kemungkinan korosi tersebut disebabkan oleh fenomena fluida dan bukan akibat kesalahan pemilihan material karenan SUS 304 sering digunakan pada reboiler. Berdasarkan hasil investivigasi vebal, maka analisis korosi awal akan lebih tepat dengan metode CFD dengan mengunakan sofware SolidWork 2010 dan CFDSof.

1.3         Tujuan Penelitian
Analisis hasil simulasi untuk menekan laju korosi awal dengan melakukan redesain sehingga didapatkan desain terbaik yang mampu mengurangi penyebab korosi tersebut dengan batasan kinerja alat penukar kalor sama dan  material tube tetap SUS 304.

1.4         Batasan Masalah
Parameter input simulasi dari calculation sheet yang meliputi dimensi, temperatur inlet dan outlet, laju massa, tekanan kerja, pindah panas total, dan sifat fisik fluida seperti massa jenis, panas jenis, dan kalor laten. Penyederhaan model dilakukan dengan mengantikan tube bundle dengan porous media dan heat generated (SolidWork 2010) sedangkan tube bundle menjadi radiator (CFDSof).
Kajian analisis korosi fokus pada fenomena fluida yang terjadi pada sistem, yaitu terjadinya perubahan fasa pada media pendingin menjadi uap (5%).

1.5         Metodologi Penelitian
Prosedur metodologi yang dilakukan sebagai berikut :
1.      Studi literatur
Studi literatur adalah rangkaian proses mengumpulkan referensi yang berkaitan dengan topik penelitian yang berasal dari buku, internet dan jurnal.
2.      Investivigasi personal
Investivigasi personal adalah proses mendapatkan informasi lokasi korosi, parameter input simulasi, kondisi operasional dan lingkungan, serta riwayat alat yang didapatkan dari Engineering PT. Pupuk Iskandar Muda.
3.      Simulasi
-          Prosedural simulasi menentukan jumlah grid optimal dilakukan.
-    Pemodelan simulasi dimulai dari kondisi sederhana sampai kodisi mendekati kondisi nyata sehingga perubahan fenomena fluida dapat direkam.
-          Pemodelan pindah panas menggunakan persamaan umum pindah panas.
-      Simulasi mengunakan dua sofware yaitu SolidWork 2010 dan CFDSof sehingga dapat dilakukan perbandingan antara kedua simulasi dengan data lapangan.
-   Redesain adalah proses mengubah desain original sehingga faktor penyebab korosi dapat diturunkan dengan demikian korosi awal pada tube dapat ditekan.
4.      Analisis dan Kesimpulan hasil simulasi
Data hasil simulasi diolah dan analisis. Dari hasil analisis tersebut akan dibandingkan dengan teori dasar dan kondisi nyata dilapangan serta redesain.

Jumat, 06 April 2012

Analisis Korosi Pendidihan

ANALISIS KOROSI PENDIDIHAN
 PADA ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL & TUBE
DENGAN METODE CFD

Ahmad Indra Siswantara1 , Steven Darmawan1,2, dan Candra Damis W.1

1Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
Kampus Baru UI Depok 16242
Telp : (021) 7270032 & 7864089 – Fax. (021) 7270033
2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara
Jl. Let. Jend. S. Parman No.1, Jakarta 11440, Indonesia



 
Abstract

Shell and tube is one of the most applicable heat exchanger that widely used in many industries : petrochemical, power plant, oil and gas, etc. Shell and tube heat exchanger that worked as boiler and reboiler was prone to corrosion. One of the concerned factor is boiling process that may cause oxidation process on the tube surface. That corossion lead to the decrease on the perfomance of heat exchanger.
The outer tube near the tubesheet of the CO2 Stripper Reboiler which is used at fertilizer industry often damaged by corrosion. At that location the tube is connected to the hot inlet (LTS Effluent) dan cold outlet (aMDEA Solution) fluid. This research analyzed the boiling corrosion using CFD  Solidware.
The model was simplified by using porous media 0,13 and heat generated 9600000kW. The results of simulation indicated that the corrosion area had highest temperature and the stagnant fluid. These could damage the oxide protective layer on the surface. The redesain of CO2 Stripper Reboiler is aimed to reduce the occurence of stagnant  fluid and to lower the temperature without interfering with the cooling capacity by replacing the outlet near the tube sheet. The resulst showed that the temperature has decreased.

Keyword : shell & tube, corrosion, heat generated, porous media, shell side, and CFD simulation.


 
I.             PENDAHULUAN

Alat penukar kalor jenis shell and tube merupakan salah satu tipe alat penukar kalor yang jamak digunakan pada industri petrokimia, pembangkit listrik, industri migas, dan proses industri, dll. Keuntungan alat penukar kalor jenis ini adalah dapat digunakan pada tekanan tinggi, pemeliharaan yang mudah, dapat digunakan pada fluida berbahaya (amonia, steam) yang dilindungi oleh shell, dan dapat digunakan untuk skala pendinginan kecil dan besar; walaupun dimensi yang diperlukan lebih besar dibandingkan tipe plate heat exchanger.
PT. Pupuk Iskandar Muda merupakan industri petrokimia yang mengolah bahan baku dari gas alam menjadi ammonia dan CO2, yang kemudian direaksi kembali di reactor urea menjadi pupuk urea. Proses ini merupakan rantai proses produksi yang panjang dan melibatkan banyak peralatan yang dioperasikan pada kondisi tekanan dan temperatur yang berbeda-beda. Salah satu peralatan yang digunakan adalah CO2 Stripper Reboiler yang berfungsi sebagai alat penukar kalor antara aMDEA Solution (sisi shell) dan LTS Solution (sisi tube). Dalam operasinya, CO2 Stripper Reboiler mengalami masalah yang kerap terjadi, yaitu terjadinya korosi  pada sisi tube yang berlokasi dekat tubesheet.
Pada boiler dan reboiler korosi tidak dapat dihindari sebagai akibat dari pemakaian yang kontinu, kondisi kerja, serta sifat fluida. Namun, korosi dapat diminimalkan dengan pemilihan material yang tepat, desain yang tepat, teknik sambungan yang baik, dan perawatan yang terkontrol [2]. Material yang umum digunakan pada boiler dan reboiler adalah stainless steel karena adanya oxide protective layer sehingga material ini lebih tahan korosi. Namun, akibat umur pakai, pengaruh lingkungan, dan kondisi kerja, oxide protective layer ini mengalami penurunan unjuk kerja sehingga terbentuk korosi, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.




Gambar 1. Boiling corrosion pada tube CO2 Stripper Reboiler

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui dan menganalisis penyebab fenomena korosi yang terjadi adalah dengan melakukan simasi dengan metode CFD[19]. Dengam menggunakan metode CFD, parameter-parameter korosi seperti jenis fluida, temperatur fluida, kecepatan fluida, tekanan fluida, dll dapat diketahui tanpa melakukan eksperimen secara langsung sehingga dapat dilakukan penghematan dari sisi waktu maupun biaya. Selain itu, dengan menggunakan metode CFD dapat dilakukan simulasi terhadap model boiler baru sehingga terjadinya korosi dapat dikurangi.

II.             METODE PENELITIAN
Model geometri reboiler dihasilkan dengan menggunakan perangkat lunak SolidWorks 2010 dengan panjang tube 7315 mm, diameter dalam shell 2000 mm, bentuk tube Utube total 1234 buah, diameter tube 25,4 mm, material 304SS, dan lainnya. Simulasi CFD dilakukan dengan menggunakan fitur Flow Simualtion dari Solidworks 2010 berdasarkan data sheet calculation CO2 Stripper Reboiler terpasang. Fluida panas LTS Effluent mengalir sepanjang tube dengan melepaskan kalor dari 483 K menjadi 405 K yang diserap oleh fluida dingin (aMDEA Solution) yang mengalir melalui shell. Fluida dingin mengalami perubahan fasa dimana 5% menjadi uap. Meskipun simulasi CFD tidak dilakukan pada fluida yang berbeda fasa, namun perbedaan fasa yang terjadi direpresentasikan melalui perbedaan temperatur.
Model CFD dihasilkan  pada CO2 Stripper Reboiler dengan penyederhanaan dengan memperlakukan  tube bundle sebagai porous media[12]  yang diberi heat generation sesuai dengan kinerja pendinginan. Persamaan umum yang digunakan untuk input data simulasi berdasarkan persamaan dasar pindah panas :



 
Kondisi sempadan simulasi antara lain :
1)      Inlet : laju massa 118,2 kg/s dan temperatur 396 K
2)      Outlet : Tekanan statik 101325 Pa
3)      Gravitasi (x = 0, y = -9,81 m/s2, z = 0)
4)      Porous media (porositas 0,13; panjang 7,64m, dan luas 9,56m2)          
5)      Total heat generated 9600000 W/m3
6)      Tekanan kerja fluida 206000 Pa.

Gambar 2. Model Geometri CO2 Stripper Reboiler

Gambar 3. Model CFD CO2 Stripper Reboiler

Faktor penggunaan yang kontinu dalam waktu yang lama menyebabkan terjadinya korosi pada boiler dan reboiler tidak dapat dihindari. Namun laju korosi dapat dikurangi dengan mengatasi penyebab dominan korosi seperti melakukan perubahan pada desain, penyesuaian material, merubah teknik penyambungan, dan lainnya. Pada penelitian ini, laju korosi yang terjadi pada kondisi operasi yang sama dapat diminimalisir dengan melakukan perubahan terhadap desain, yaitu melakukan perubahan terhadap daerah dimana terjadi stagnasi aliran, yaitu daerah antara outlet fluida dingin dengan tube sheet

Gambar 4. Diagram alir penelitian
III.             HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil simulasi CFD yang dilakukan berdasarkan data sheet calculation CO2 Stripper Reboiler terpasang ditunjukkan dengan distribusi temperatur dan kecepatan yang merupakan salah satu faktor penyebab korosi. Simulasi dilakukan dengan penyederhaan dimana tube bundle diperlakukan sebagai porous media dan diberi heat generation total 9600000W/m3. Kalor yang dilepas oleh LTS Effluent paling besar pada daerah inlet akibat temperatur tinggi 483 K. Hal ini sesuai dengan Persamaan (2.1) yang menunjukkan nilai kalor sebanding dengan perubahan temperatur. Semakin mendekati sisi outlet temperatur LTS Effluent semakin rendah mendekati 405 K sehingga kalor yang dilepas juga semakin rendah. Berdasarkan fenomena pelepasan kalor oleh LTS Effluent, maka fenomena penyerapan kalor oleh aMDEA Solution menyebabkan temperatur tertinggi pada daerah dekat tube sheet semakin rendah ketika mendekati sisi outlet LTS effluent pada sisi kanan bawah. Hasil simulasi ditunjukkan menurut gambar 5 - gambar 7.
Kecepatan fluida inlet rata-rata sebesar 0,9 m/s mengalir melalui nozzle menuju tube bundle, kemudian aMDEA solution sebagai fluida dingin mengalir diantara celah tube bundle yang memiliki kecepatan rata-rata 0.05 m/s. Penurunan kecepatan ini disebabkan oleh luas penampang total tube bundle yang lebih besar dibandingkan luas penampang inlet, sesuai dengan Persamaan (2.3).
Kecepatan fluida meningkat ketika memasuki sisi outlet sebesar 0,6 m/s. Kecepatan fluida keluar yang lebih lebih kecil dibandingkan sisi inlet karena diameter outlet lebih besar 644mm dibandingkan diameter inlet 390mm. Pada lokasi terjadinya, korosi kecepatan relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya yang dekat dengan tube sheet, yaitu 0,0308 m/s. Rendahnya kecepatan ini terjadi sebagai akibat dari stagnasi fluida yang disebabkan oleh posisi outlet serta profil antara tube sheet dengan shell bersiku.
Berdasarkan simulasi, daerah korosi berada pada daerah bertemperatur tinggi 481,681 K dan kecepatan rendah 0,038 m/s, seperti yang ditunjkkan pada gambar 4. Keterbatasan yang dimiliki oleh perangkat lunak menjadikan perubahan fasa yang terjadi pada fluida dingin direpresentasikan dengan nilai temperatur. Hasil simulasi yang menunjukkan temperatur sebesar 481,681K menunjukkan bahwa kalor yang diserap seluruhnya diubah untuk meningkatkan temperatur. Daerah dimana fluida dingin memiliki temperatur tertinggi merepresentasikan bahwa pada daerah tersebut sering mengalami proses pendidihan pada permukaan tube.



Gambar 5. Distribusi vektor kecepatan aMDEA Solution pada original
 CO2 Stripper Reboiler


 
Gambar 7. Distribusi temperatur aMDEA Solution pada original
 CO2 Stripper Reboiler

Pada proses pendidihan terjadi gelembung-gelembung uap yang pecah dan terbentuk kembali secara berulang. Peristiwa ini menyebabkan gelombang kejut yang dapat merusak oxide protective layer, sehingga permukaan menjadi kasar yang dapat bertindak sebagai tempat nukleasi bubbles baru. Korosi akan terbentuk terus menerus pada permukaan tube yang kasar sehingga akan menyebabkan tube berlubang, seperti pada gambar 1.
Berdasarkan analisa di atas korosi terbentuk akibat proses pendidihan yaitu pada daerah yang bertemperatur tinggi dan kecepatan rendah. Redesain model dengan mengubah posisi outlet fluida dingin aMDEA solution yang mendekati sisi tubesheet menyebabkan stagnasi aMDEA Solution berkurang dengan demikian temperatur fluida akan turun. Titik kritis pada redesain CO2 Stripper Reboiler adalah menjaga agar unjuk kerja pendinginan yang tidak menurun, sehingga LTS Effluent tidak mengalami overheat. Setelah melakukan beberapa desain perubahan posisi salah satu posisi outlet aMDEA solution, maka didapatkan hasil redesain yang optimal, yaitu dari 1753 mm menjadi 880 mm. Hasil simulasi CFD terhadap redesain ditunjukkan pada gambar 8 - gambar 10.




Gambar 8. Distribusi vektor kecepatan aMDEA Solution pada redesain
 CO2 Stripper Reboiler



Gambar 10. Distribusi temperatur aMDEA Solution pada redesain
 CO2 Stripper Reboiler

Perubahan posisi salah satu outlet aMDEA Solution dari 1753 mm dari tube sheet menjadi 880 mm menyebabkan stagnasi fluida pada daerah korosi berkurang yang diindikasikan dengan peningkatan kecepatan menjadi 0,0344 m/s. Perubahan tersebut menyebabkan temperatur berkurang dari 481,681 K menjadi 478,071 K, atau turun sebesar 3,61 K . Selain itu luas area yang memiliki tempeatur tinggi pada daerah korosi berkurang. Perubahan redesain ini tidak mempengaruhi unjuk kerja pendinginan yang diindikasikan berdasarkan rata-rata temperatur oulet aMDEA Solution yang hampir sama yaitu 414 K.
Pengurangan stagnasi fluida serta penurunan temperatur pada daerah korosi menyebabkan proses pendidihan pada lokasi tersebut akan berkurang. Dengan demikian laju korosi akibat proses pendidihan dapat berkurang. 

IV.             KESIMPULAN

PT. Pupuk Iskandar Muda merupakan industry petrokimia yang mengolah bahan baku dari gas alam menjadi ammonia dan CO2, yang kemudian direaksi kembali di reactor urea menjadi pupuk urea. Salah satu peralatannya adalah CO2 Stripper Reboiler yang berfungsi sebagai alat penukar panas antara aMDEA Solution (sisi shell) dan LTS Solution (sisi tube). Dalam operasinya, peralatan ini sering mendapat masalah yang berulang berupa korosi disisi tube yang berlokasi dekat tubesheet.
Korosi tersebut disebabkan oleh stagnasi fluida serta temperatur tinggi sehingga proses pendidihan sering terjadi. Pada proses pendidihan terjadi gelembung-gelembung uap yang pecah dan terbentuk kembali secara berulang. Peristiwa ini menyebabkan gelombang kejut yang dapat merusak oxide protective layer, sehingga permukaan menjadi kasar yang dapat bertindak sebagai tempat nukleasi bubbles baru. Korosi akan terbentuk terus menerus pada permukaan tube yang kasar sehingga akan menyebabkan tube berlubang.
Perubahan posisi salah satu outlet aMDEA Solution dari 1753 mm dari tube sheet menjadi 880 mm menyebabkan stagnasi fluida pada daerah korosi berkurang yang diindikasikan dengan peningkatan kecepatan menjadi 0,0344 m/s. Perubahan tersebut menghasilkan penurunan temperatur fluida dingin dari 481,681 K menjadi 478,071 K. Redesain akan menyebabkan proses pendidihan pada lokasi tersebut akan berkurang sehingga laju korosi dapat dikurangi.

V.          DAFTAR PUSTAKA

[1]          Andrew M.J. And Master B.I,(2005). Three Dimensional Modelling of a Helixchanger heat exchanger using CFD. Journal Heat Transfer Eng 26, Page 22-31.
[2]     ASM Metals Hand book Volume 13 Corrosion 1987, 9th edition ASM  International handbook committee.
[3]          Bell KJ. Delaware methode for shell side design. In: Kakaq S, Bergles AE, Mayinger F, editor. Heat Exchanger: Thermal-Hydroulic Fundamentals and Design. New York 1981.p.581-618.
[4]          Butterworth D. A Model for Heat Transfer During The Three Dimensional Flow in Tube bundle,in: 6th International Heat Transfer Conference, Toronto, August, 1974.
[5]   Carrier. Handbook of Air Conditioning System Design. USA: McGraw Hill International Book Company, 1965.
[6]          Gaddis D. editor. Standard of the Tubular Exchanger Manufacturers.Ninth edition. 2007.
[7]       Incropera P. Frank, Dewitt P. David, Bergman L. Theodore and Lavine S. Adrienne. Introduction to Heat Transfer. John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd. 2007, Page 660-661)
[8]          J.P. Holman. Heat Transfer. McGraw Hill International Book Company, 1986.
[9]          Kapale C. And Chand Satish,(2006) Modeling for Shell Side Pressure Drop for Liquid Flow in Shell & Tube Heat Exchanger. Journal of Heat and Mass Transfer 49, page 601-610.
[10]      Kays, W. M., and London, A. L., Compact Heat  Exchangers, 3d ed., McGraw-Hill, New York, 1984
[11]      Kern DQ. Process heat transfer. New York(NY) : McGraw-Hill;1950.
[12]      Norman, H.C. Modern Air Conditioning Practice. USA : McGraw Hill International Book Company, 1983.
[13]   Ozden E. And Tari I,(2010) Shell Side CFD Analysis of a Small Shell and Tube Heat Exchanger. Journal of Energy Conversion Management, page 1004-1014.
[14]  Prithiviraj M. And Andrew M.J,(1998). Three Dimensional Numerical of Shell & Tube Heat Exchanger, Part 1 : Foundation and Fluid Mechanics,Numer. Heat Transfer A. Appl.33, Page 817-828.
[15]      Ramesh K. Shah and Dusan P. Sekulic.Fundamental of Heat Exchanger Desain
[16]      Robert, F.W., and McDonald, A.T. Introduction to Fluid Mechanics. John Wiler & Sons Inc, 1994.
[17]      Sha W.T, Yang, Kao T.T.,et al,(1982) Multi Numerical Modelling of Heat Exchangers, ASME J. Journal of Heat Transfer 104, page 417-425.
[18]      S.V. Pantakar, D.B. Spalding. A Calculation Procedure for The Transient and Steady State of Shell & Tube Heat Exchanger,in : N.F. Afgan,E.O. Schlunder (Eds). Heat Exchanger Desain and Theory Source Book, McGrawhill, New York, 1974.
[19]    Srdjan Nesi’s, (2006) Using Computational Fluid Dynamics in Comabanting Erosion-Corrosion.  Jurnal of Chemical Engineering Science 61, page 4086-4097.
[20]      Veersteg H.K dan Malalasekera W. Computational Fluid Dynamic. Pearson Prentitce Hall.1995.

VI.       UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Pupuk Iskandar Muda atas data sheet calculation CO2 Stripper Reboiler dan kepada Departemen Teknik Mesin-Universitas Indonesia atas penggunaan perangkat lunak Solidworks 2010.